Rabu, 27 Desember 2017

Pengertian Tentang Wudhu Menurut Imam Syafi'i Dan Imam Hanafi


TENTANG WUDHU











Maksud di sini adalah penjelasan tengtang Hukum-hukum, Syarat-syarat, Sifat (Cara-cara) Wudhu dan persiapan untuk mengerjakan nya. Kat(الوضوء)Wudhu berasal dari Kata (الوضاءة) Al Wadha'ah yang berarti Bersih dan Cerah. 
Lalu beliu (Imam Bukhori) mengisyaratkan dengan perkatan nya, "Tentang Wudhu" akan danya perselisihan antara Ulama Salaf mengenai ayat di atas. Mayoritas mereka berpendapat, bahwa sebagian makna ayat tersebut tida di sebutkan secara tekstual (dihilangkan) sehingga ayat tersebut adalah إذاقمتم إلئ الصلاةمحدثين "(jika kamu hendak mengerjakan shalat sedangkan kamu dalam keadaan berhadats).
Akan tetapi ulama lain berpendapat " Sesungguhnya perintah untuk berwudhu dalam ayat itu berlaku secara umum (baik yang berhadats maupun yang tida). tanpa ada bagian yang di hilangkan. Hanya saja perintah ituh hukumnya Wajib bagi mereka yang berhadats, sedangkan bagi meraka yang tida berhadats hukumnya Sunah. Lalu sebagian ulama juga mengatakan "Dahulunya wudhu itu wajib pula dilakukan bagi meraka yang tida berhadats pula, namun kemudian hukumnya di hapus sehingga menjadi Sunah".
Pendapat terahir ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan Abdullah Bin Abdullah Bin Umar Bin Al Khathab, bahwa Asma' Binti Zaid Bin Al Khathab bercerita kepada bapaknya--yakni Abdullah Bin Umar bahwa-Abdullah Bin Hanzhalah Al Anshari menceritakan kepadanya, "Sesungguhnya Rosullulah SAW telah di perinthkan untuk berwudhu pada setiap kali hendak shalat baik dalam keadan suci (tida berhadats) maupun dalam keadan tida suci (berhadats). Ketika hal ituh memberatkan beliau, maka kewajiban itu di hapus kecuali dalam keadaan berhadats."
Sementara dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Buraidah disebutkan, "Dahulunya Nabi SAW berwudu setiap kali hendak shalat, namun pada saat penaklukan kota Makkah, beliau melakukan beberapa kali shalat dengan satu kali wudhu, maka Umar berkata kepadanya, "Sesungguhnya engkau telah melakukan sesuatu yang sebelumnya tida pernah engkau lakukan tida pernah engkau lakukan," beliau SAW menjawab "Aku sengaja melakukannya", yaitu untuk menjelaskan bahwa hal itu diperbolehkan.
Dalam pembahasan selanjut nya Anas menjelaskan dalam haditsnya bahawa "Berwudhu Bukan Karena Hadats".
 Selanjutnya para ulama berpendapat berbeda mengenai faktor yang mewajibkan ber wudhu. sebagian mereka mengatakan,"wudhu itu wajib bila sedang berhadats sebagai suatu kewajiban muassa" ada pula yang mengatakan wudhu itu menjadi wajib sebab seperti yang di atas, dan apa bila hendak melakukan shalat. pandangan ini di kuatkan pada para ulama pengikut madzhab Imam Syafi'i. ada pula yang berpendapat bahwa wudhu di wajibkan ketika hendak melakukan shalat pendapat ini di dukung oleh hadist yang di riwayatkan para ulama penulis kitab sunan, dari hadist Ibnu Abbas dari Nabi SAW, "Sesungguhnya Aku diperintah wudhu jika hendak melaksanakan shalat".
 Sebagian Ulama telah mengambil kesimpulan hukum akan wajibnya Niat dalam berwudhu berdasarkan firman Allah Swt,

sebab makna lengkap ayat ini adalah: 
(jika kamu hendak mengerjakan shalat hendaklah kamu berwudhu karnanya) seperti pekataan oarang arab "Jika engkau melihat pimpinan hendaklah engkau berdiri". Maksudnya berdirilah karenanya.
ayat ini telah dijadikan landasan oleh mereka yang mengatakan pertama kali di wajibkannya berwudhu adalah di kota Madinah.
Adapun sebelum nya Ibnu Abdil Barr menukil kesepakatan ahli sejarah, Bahwa mandi junub telah di wajibkan kepada Nabi SAW saat masih berada di Makkah sebagai mana di wajibkannya shalat.
Sesungguhnya beliu SAW tida pernah shalat melainkan dalam keadan berwudhu. lalu Ibnu Abdil Barr menambahkan, " Ini telah di ketahui para ulama".
Alhakim berkata dalam kitab Al Mustadrak "Ahlu sunnah membutuhkan dalil untuk membantah mereka yang berpandangan bahwa wudhu itu tida ada sebelum turunya ayat (tentang wudhu) dalam surah Al Maa'idah". Selanjutnya Al Hakim menyitir hadits Ibnu Abbas yang berbunyi "Fathimah masuk menemui Nabi SAW dalam keadaan menangis lalu berkata 'Orang Quraisy telah sepakat untuk membunuh mu'. Nabi SAW bersabda , 'Bawalah kepadaku tempat wudhu.' Maka beliupun berwudhu.," (Al Hadits).
Saya ( Ibnu Hajar ) katakan, " Hadits ini dapat menjadi dalil untuk membantah mereka yang mengingkari adanya (Syariat) wudhu sebelum hijrah, dan tiada dapat menjadi dalil untuk membantah mereka yang mengingkari kewajiban wudhu pada masa itu". 
Sementara Ibnu Al Jham-jham Al Maliki telah menetapkan bahwa hukum wudhu setelah hijrah adalah sunah, dan Ibnu Hazm menegaskan bahawa wudhu di syariatkan di kota Madinah.
Adapun bantahan untuk pandangan kedua imam ini adalah hadist yang di riwayatkan oleh Ibnu Lahi'ah dalam Bab Al Maghazi, di mana hadits itu beliu nukil dari Abu Al Aswad (Anak Yatim Urwah) dari Urwah, "Sesungguhnya Jibril mengajari Nabi SAW tentang wudhu pada saat Jibril datang kepada beliu dengan membawa wahyu" Hanya saja hadist ini Murshal (Di sandarkan langsung oleh tabi'in kepada Nabi SAW). kemudian Imam Ahmad meriwayatkan pula hadits ini secara bersambungan sampai kepada Nabi SAW melalui jalur periwayatanya Ibnu Lahi'ah juga, tetapi di sebutkan "di riwayatkan dari Zuhri, dari Urwah dari Usamah bin Zaid dari bapaknya"
Ibnu Majah meriwayatkanya melalui jalur Rasydin Bin Sa'ad, Uqail, dari Zuhri sama seperti di atas hanya saja Zaid bin Haritsah tida di sebutkan dalam sanadnya. Ath-thabrani telah meriwayatkan dalam kitab Mu'jam Al Ausath dari jalur periwayatan Al-Laits dari Uqail secara bersambungan sampai kepada Nabi SAW. Jika jalur yang terahir ini terbukti kebenaran nya, niscaya ia memenuhi syarat hadits shahih sesuai ketentuan Imam Bukhari. Tetapi yang terkenal adalah riwayat Ibnu Lahi'ah.
Maksud ayat di atas sesungguhnya  fardu atau kewajiban dalam berwudhu adalah mencuci anggota wudhu sebanyak satu kali. beliu mengulangi perkataan nya "Satu kali-satu kali" adalah menberi perincian ya itu untuk muka satu kali, tangan satu kali dan seterusnya.
Adapun keterangan Imam Bukhari "Nabi SAW telah menjelaskan pardu wudhu" ada kemungkinan beliu rahimahullah mengisyaratkan pada hadits yang akan diriwayatkan nya sendiri pada pembahasan mendatang, yakni pada hadist Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Nabi SAW berwudu satu kali-satu kali. Ini adalah ayat yang menjelaskan tentang wudhu secar global. Maka, Rosullulah menjelaskan bahwa satu kali hukumnya wajib dan selebihnya adalah sunah.
Adapun Hadits Ubay Bin Ka'ab, bahwa Nabi SAW meminta di bawakan tempat berisi air lalu berwudhu satu kali-satu kali kemudian bersabda "ini adalah wudhu, dimana Allah tidak akan menerina shalat tanpa wudhu." tetapi hadist ini dha'if (Lemah) hadits ini juga memiliki jalur-jalur periwayatan yang lain namun semua lemah.

Lafazh hadis di atas di riwayatkan oleh Abu Dzarr, kemudian ada juga yang meriwayatkan tanpa mengulang kata "مر تين" . Kemudian pada pembahasan selanjutnya beliau menyebutkan nya secara bersambungan hingga kepada Nabi SAW dalam satu bab khusus di sertai pembahasan mengenai hadits tersebut.
Nabi SAW juga pernah membasuh anggota whudunya sebanyak tiga kali dan pernyataan ini merupakan lafazh hadits yang nantinya beliu akan sebutkan dalam bab tersendiri.
Kemudian tida disebutkan dalam satu haditspun tentang sifat wudhu beliu SAW atu keterangan bahwa beliu SAW pernah membasuh anggota wudhu melebihi tiga kali. Bahkan, telah di nukil dari beliu SAW celaan bagi mereka yang melakukan whudu melebihi tiga kali tersebut. Keterangan ini di temukan dalam hadits yang di riwayatkan oleh Abu Dawud dan ada juga jalur periwayatan dari Amru Bin Syu'aib dari bapak nya, dari kakeknya bahwa Rosullulah SAW berwudhu seraya membasuh anggota wudhunya sebanyak tiga kali-tiga kali, kemudian beliu bersabda "Barang siapa yang melebihkan dari yang seperti ini ataupun menguranginya, maka sungguh ia telah melakukan perbuatan buruk atau berlaku zhalim". Hadits ini memiliki sanad jayyid (baik).
Akan tetapi Imam Muslim memasukan hadis ini dalam klasifikasi riwayat munkar yang di nukil dari Amru Bin Syu'aib, sebab secara lahiriah makna tentang hadits ini mencela wudhu yang di lakukan kurang dari tiga kali. Pernyataan Imam Muslim ini di jawab bahwa ini adalah persoalan tida baik, sedangkan hal yang tida baik itu sendiri berhubungan dengan upaya untuk mengurangi, sementara kezhaliman berhubungan dengan upaya untuk menambah.
 Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini tida di sebutkan secara tekstual, adapun makna lengkapnya,"Barang siapa yang mengurangi dari satu kali" pendapat terahir di dukung oleh hadits yang di riwayatkan oleh Abi Nu'Aimm Bin Hammad dari jalur Al Muthalib Bin Hanthab dari nabi SAW,
"Wudhu ituh dapat dilakukan sebanyak satu kali, dua kali dan tiga kali. Barang siapa yang mengurangi dari satu kali atau melebihkan di atas tiga kali sungguh ia telah melakukan kesalahan". Drajat dalil ini mursa (langsung di sandarkan oleh tabi'in kapada Nabi SAW), namun perawi nya adalah orang tsiqah ( terpercaya ). Tetapi pendapat ini dapat di jawab dengan mengatakan bahwa para perawi hadits yang mereka jadikan sebagai pijakan tersebut bahwa tida seluruhnya menyebutkan kurang dari satu kali, bahkan kebanyakan mereka hanya menukil Lafazh yang mengatakan, "Barang siapa yang melebihkan" seperti yang di riwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahinya dan lain nya.
Ada pula yang ganjil di antaranya seperti apa yang di nukil oleh Syaikh Abu Hamid Al Isfirayini dari sebagian ulama, bahwa tida boleh membasuh angggota wudhu kurang dari tiga kali. seakan beliau berpijak pada makna lahir hadits dahulu, kemudian pendapat ini di sangkal oleh ijma' ( yang membolehkan hal tersebut ). ada pula pekataan Imam Malik dalam kitab Almudawwanah " Aku tida suka membasuh anggota wudhu satu kali kecuali jika hal itu di lakukan oleh ulama" di sini beliau tiada menyatakan bahwa membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali itu wajib.
( Dan para ulama tida menyukai berlebihan dalam wudhu ) ini adalah isyarat terhadap hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah dari jalur periwayatan Hilal bin Yasaf ( salah seorang thabi'in ). Beliau berkata " Telah dikatakan bahwa, termasuk perbuatan tida di sukai dalam wudhu adalah berlebihan meskipun kamu berada di tepi sungai ". Hadits serupa pula telah di riwayat kan dari Abu Darda' dan Ibnu Mas'ud, sebagai mana telah dinukil satu hadits yang bermakna serupa yang dengan secara bersambungan kepada Nabi SAW, seperti yang di kutip oleh imam Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad layyin ( lemah ) dari riwayat Abdullah bin Amru bin Ash
ini merupakan isyarat pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Mas'ud. ia berkata " Tida ada membasuh ( anggota wudhu ) melebihi tiga kali". Imam Ahmad dan Ishaq maupun selain keduanya berkata " Tidak di perbolehkan ( membasuh ) melebihi tiga kali ".  lalu Ibnu Mubarak, " Aku tida menjamin (jika melebihitiga kali) pelakunya akan berdosa ", sementara Imam Syafi'i menegaskan, " Aku tidak menyukai orang yang membasuh lebihi dari tiga kali. Namun jika iamelakukannya melebihi dari itu maka aku tida memakhruhkannya". pendapat beliau ini tida mengharamkan nya tetapi ia tida menyukainya.
Madzhab Imam Syafi'i mengenai batas dan larangan tersebut. Ada yang menyebutkan bahwa wudhu itu dilakukan untuk menunaikan shalat pardu atau sunah, namun ada juga yang mengkhususkan pula bahwa berwudhu hendak melaksanakan shalat pardu saja, kemudian ada juga yang mengatakan " jika wudhu itu dilakukan untuk menunaikan ibadah seperti itu, sujud tilawah, sujud syukur dan menyentuh mushhaf ", Dan ada juga yang mengatakan bahwa whudu di lakukan jika hendak melaksanakan amal ibadah yang mana wudhu di lakukan karnanya, semua itu merupakan pandangan yang lebih luas cakupnya.
Madzhab Imam Hanafi dikatakan bahwa mengenai batasan wudhu yang dilarang membasuh melebihi tiga kali itu kembali kepada keyakinannya masing-masing. Tetapi jika yang berwudhu bekeyakinan bahwa memebasuh anggota wudhu melebihi dari tiga kali ituh adalah sunah maka ia telah melakukan kesalahan dan masuk dalam ancaman seperti dalam hadits. sedangkan jika ia tida berkeyakinan seperti itu, maka tidak disyaratkan batasan jumlah tertentu. Bahkan jika ia melakukan nya empat kali juga tidak mengapa, terutama jika pelakunya berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ibnu Hajar mengatakan "Bahwa hadits ini dha'if ( lemah ) dan ada kemungkinan penulis ( Imam Bukhari ) telah mengisyaratkan pula akan riwayat ini. Pembahasan secara luas mengenai hal ini akan di terangkan pada awal tentang pembahasan tafsir surah Al Maa'idah, Insya Allah".
Ada pengecualian dalam dilarang membasuh melebihi tiga kali ya itu jika si pelaku mengetahui ada sebagian dari anggota wudhunya yang tida terkena air setelah ia membasuhnya sebanyak tiga kali maka dalam kondisi seperti ini di perbolehkan membasuh bagian yang belum terkena air. Adapun membasuh melebihi dari tiga kali dilakukan setelah wudhu karena ragu, maka ituh tida di perbolehkan karna supaya tida menimbulkan was-was.

Assalamu'alaikum warrahmatullah wabarakatu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar